Bergelar Doktor Teknik Kimia, Lantas Memilih Jadi Pebisnis Tempe, Mengapa Tidak?

Sumber Gambar : Tangkapan layar dari youtube.com/@voaindonesia
Mengenyam pendidikan tinggi, sampai bisa bergelar doktor, kemudian punya karier yang menjanjikan di bidang industri perminyakan dan gas di Texas, Amerika Serikat. Hal itu mungkin jadi mimpi besar banyak orang. Namun, Xenia Tombokan masih merasa ada yang kurang ketika sudah merasakan pencapaian itu. Akhirnya ia “banting setir” menjadi pengusaha tempe sekaligus mengedukasi orang-orang di Negeri Paman Sam akan manfaat makanan tradisional Indonesia ini.
 
Hal itu terungkap dalam acara VoA, “Ketika Hidup Diperjuangkan”. Dalam bincang-bincang dengan diaspora Indonesia yang ada di Amerika Serikat ini, Xenia berkisah awal mula ia menggeluti bisnis tempe di AS.
 
Xenia menaruh minat yang tinggi terhadap dunia processing. Hal itulah yang mendorongnya untuk mengambil jurusan Teknik Kimia, lulus dengan gelar doktor dan sempat bekerja di perusahan perminyakan dan gas dengan karier yang menjanjikan. “Kemudian saya berpikir, something is missing, something must do more than just kerja,” katanya.
 
Pada saat itu, ia juga menemukan bahwa di restoran-restoran di Houston, tempatnya tinggal saat itu, selalu ada menu protein seperti salmon, ayam, daging sapi, dan tahu. Namun, tempe yang ia sukai tidak tersedia. Setelah mempelajari bahwa tempe ternyata punya kandungan gizi yang tinggi, Xenia memutuskan untuk terjun ke bisnis tempe pada tahun 2019. Keputusan yang kemudian sering dipertranyakan oleh banyak orang.
 
"Ngapain sekolah jauh-jauh, susah-susah… eh bikin tempe." Begitu komentar yang sering ia terima. Namun, Xenia dengan tegas membantah anggapan remeh terhadap proses pembuatan tempe, dan meyakinkan bahwa perlu keahlian untuk bisa membuat tempe yang konsisten dan tahan lama tanpa pengawet. Ia memaparkan bahwa latar belakang pendidikan Teknik Kimia ternyata sangat bermanfaat dalam proses produksi tempe. Dengan latar tersebut ia memahami dengan baik bagaimana temperatur, kelembaban, hingga durasi perebusan bisa menghasilkan tempe berkualitas tinggi.
 
Mengubah persepsi "mental tempe"
Obrolan tentang tempe biasanya akan memunculkan topik tentang “mental tempe”. Terkait hal itu, Xenia dengan tegas menolak ungkapan " yang sering digunakan secara negatif di Indonesia. Ia menekankan bahwa persepsi tersebut harus diubah, mengingat kandungan gizi tempe yang sangat baik.
"Di Amerika ini tempe termasuk makanan elit. Lebih mahal dibanding ayam atau daging dengan bobot yang sama," ujar Xenia. Dijelaskan dalam obrolan itu, bahwa satu tempe yang bobotnya tidak sampai 1 pon di Washingtonn DC, harganya bisa sampai 5 hingga 4 dolar AS. Sementara daging ayam dengan bobot sekitar 5 pon harganya sekitar 10 dollarAS.

Lewat Wiwas Tempe, Xenia kini memproduksi tempe organik yang telah mendapatkan sertifikasi USDA Organik. Sertifikasi ini semakin menaikkan nilai produknya. Namun, bisnis Xenia tidak berhenti pada produksi tempe mentah. Menyadari bahwa banyak orang enggan memasak, ia mengembangkan Wiwas Food yang menyediakan produk olahan tempe siap saji.
Xenia juga memasok tempe ke pasar lokal dan kampus-kampus untuk program makan. "Saya mensuplai ke dua universitas terbesar di Texas," ujarnya dengan bangga.
 
Edukasi tentang tempe
Berbeda dengan di Indonesia di mana tempe adalah makanan sehari-hari, di Amerika tempe diposisikan sebagai makanan vegan premium. Ini menguntungkan karena menaikkan nilai tempe secara keseluruhan. "Tantangan kita adalah bagaimana meyakinkan orang untuk menambahkan tempe ke dalam menu diet," kata Xenia. Strategi utamanya adalah mengedukasi konsumen tentang nilai gizi tempe, kemudahan memasaknya, dan fakta bahwa anak-anak pun menyukainya.

Hal yang menarik, Xenia melihat bahwa orang Amerika tidak memiliki sentimen negatif terhadap tempe. "Saya melihat justru orang Amerika sangat appreciate tempe. Mereka bilang tempe enak, so far feedbacknya bagus," tambahnya. [*]

Create By : Admin
Artikel Lainnya