Kalau dibandingkan dengan masa lalu, katakanlah 10 tahun silam, tentu ada banyak hal yang berubah. Kita yang semakin bertambah dewasa, beberapa pencapaian yang berhasil diraih, atau mimpi-mimpi yang sudah mewujud nyata.
Selain hal baik yang bikin hati membuncah, ada juga perubahan-perubahan yang butuh perhatian. Pertambahan populasi dunia, pastinya juga menuntut pertambahan lahan untuk berhuni hingga pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, Bumi tidak bertambah besar, dan kebutuhan lahan untuk berhuni sangat mungkin menggusur lahan pertanian dan hutan, yang juga dibutuhkan manusia untuk menunjang kehidupannya.
Belum lagi perubahan iklim sebagai dampak dari beberapa aktivitas manusia, seperti penebangan hutan dan emisi gas buang dari kendaraan bermotor.
Hal-hal itu saja sudah cukup memberi tekanan pada upaya penyediaan pangan dan nutrisi yang berkelanjutan. Ditambah lagi dengan kesadaran konsumen yang semakin tinggi, membuat langkah nyata dalam hal keberlanjutan semakin segera dibutuhkan.
Di tengah kebutuhan tersebut, barangkali hal yang telah dan tengah dilakukan petani kedelai di Amerika Serikat ini bisa kita tiru. Alasannya, kedelai AS tercatat memiliki jejak karbon paling rendah.
Hal itu tentu bukan tanpa sebab dan tidak terjadi dalam waktu semalam. Salah satu tonggak utamanya adalah ketika pada 1935 Kongres AS mengesahkan Undang-undang Konservasi Tanah, yang kemudian menjadi landasan bagi sebagian besar metode pertanian keberlanjutan di AS.
Dari titik itulah para petani kedelai di Negeri Paman Sam kini bisa menanam dan mengembangkan solusi berkelanjutan terhadap permasalahan lingkungan saat ini. Hal ini dibarengi dengan produktivitas yang meningkat, sumber daya yang lebih sedikit, dan praktik pertanian yang mengurangi jejak karbon.
Bukti atas capaian tersebut antara lain peningkatan efisiensi penggunaan energi sebesar 46% dan peningkatan produksi kedelai sebesar 130% di luasan lahan yang kurang lebih sama. Dalam video di www.ussoy.org disebutkan, sejak 1982 luas hutan di. AS bertambah 2,1 juta hektar, sementara lahan tanam menurun 21,3 juta hektar.
Akhirnya, upaya dan capaian itu menguatkan bahwa sektor pertanian bisa jadi pilar penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) yang dicanangkan PBB, khususnya poin kedua tentang Zero Hunger, poin ke-12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, dan poin ke-13 tentang Aksi Iklim. [*]