Meski terlihat sederhana, nyatanya proses produksi tempe tidaklah semudah membalik telapak tangan. Ada beberapa tantangan yang dihadapi, mulai dari kualitas bahan baku hingga cuaca, yang bakal memengaruhi hasil akhir. Terutama bagi produsen tempe yang masih mengandalkan cara tradisional, cuaca sangatlah berpengaruh dalam membuat tempe yang konsisten.
Pasalnya, proses fermentasi tempe membutuhkan suhu dan kelembapan yang stabil. Jika terlalu dingin, jamur tidak tumbuh sempurna; jika terlalu panas, proses fermentasi bisa gagal. Akibatnya, produsen tradisional sering harus menyesuaikan waktu produksi dengan kondisi cuaca. Hal ini tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri terutama saat musim hujan atau ketika suhu udara tidak menentu.
Hal itu yang setidaknya dialami warga di Desa Jeruk Purut, Gempol, Pasuruan, yang dikenal sebagai salah satu sentra UMKM tempe di Jawa Timur. Sebagian besar produsen di desa ini masih mengandalkan cara konvensional, dengan ruang fermentasi sederhana yang memanfaatkan panas alami. Akibatnya, kualitas dan waktu produksi bisa jadi tidak konsisten.
Namun, di tangan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Muhammadiyah Surabaya, tantangan itu mulai mendapat solusi melalui sebuah inovasi bernama TempeFast.
Mengutip laman resmi Universitas Muhammadiyah Surabaya, TempeFast merupakan alat fermentor tempe berbasis tenaga listrik yang dirancang untuk membantu pelaku UMKM agar tidak lagi bergantung pada cuaca. Inovasi ini bekerja dengan sistem pengatur suhu otomatis, yang menjaga kondisi fermentasi tetap stabil sesuai kebutuhan jamur Rhizopus oligosporus, mikroorganisme utama dalam pembuatan tempe.
Tempefast pun relatif mudah digunakan. Produsen cukup memasukkan kedelai yang telah diberi ragi ke dalam wadah fermentor, lalu sistem pemanas otomatis akan mengatur suhu ideal selama proses fermentasi. Tidak perlu lagi mengontrol suhu secara manual atau memindahkan tempe ke tempat berbeda saat cuaca berubah. Hasilnya, tempe yang dihasilkan memiliki tekstur, aroma, dan kualitas yang lebih seragam.
Ketua Tim KKN, Tufail Ilham Mansiz, mengatakan, “Kami berharap inovasi ini bisa menjadi solusi praktis bagi pelaku UMKM tempe di Desa Jeruk Purut. Dengan adanya TempeFast, proses produksi lebih efisien, kualitas tempe lebih terjamin, dan para pelaku usaha bisa lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi.”
Inovasi semacam TempeFast menunjukkan bagaimana teknologi sederhana dapat diterapkan secara tepat guna untuk membantu usaha rumahan tetap bertahan di tengah perubahan zaman. Kementerian Koperasi dan UKM, seperti disebutkan beberapa sumber, mengatakan bahwa pada era saat ini UMKM dituntut untuk beradaptasi dan bertransformasi agar dapat bertahan dan meningkatykan daya saing. Salah satu bentuk adaptasi itu adalah mengadopsi inovasi, baik dalam bentuk alat, sistem, maupun digitalisasi pemasaran.