Ilmuwan di University of Massachusetts Amherst Kembangkan Tempe Berbahan Dasar Kacang Arab dan Kacang Polong Kering
Sumber Gambar : Foto ilustrasi: www.canva.com
Para ilmuwan dari University of Massachusetts Amherst mengembangkan jenis tempeh baru yang terbuat dari kacang arab (chickpeas) dan kacang polong kering (dry peas), menggantikan bahan utama tradisional, yaitu kedelai. Kabar ini tersiar pada awal Januari 2025.
Inovasi yang dilakukan para ilmuwan itu membuka kemungkikan akan adanya alternatif tempe yang tetap bergizi tinggi, tapi tetap dapat dinikmati oleh mereka yang memiliki alergi terhadap kedelai atau yang ingin mencari alterntif.
Dilansir vegconomist.com, proyek penelitian yang didanai oleh US Department of Agriculture (USDA) melalui program Pulse Crop Health Initiative ini dipimpin oleh pakar ilmu pangan, Hang Xiao, dan melibatkan kolaborasi dengan ilmuwan sensorik Alissa Nolden serta profesor madya bidang ilmu pangan John Gibbons.
Para peneliti menganalisis secara kimia tempe yang sudah melewati proses fermentasi. Tujuannya, untuk mengidentifikasi senyawa yang terbentuk, termasuk asam amino dan flavonoid. Hasil awal menunjukkan bahwa tempeh dari chickpeas dan dry peas ini mengandung serat tinggi, rendah lemak, dan berpotensi memberikan manfaat kesehatan yang signifikan.
Sebelumnyam, dalam penelitian pendahuluan, ditemukan indikasi bahwa tempe ini dapat membantu mencegah gangguan kesehatan yang sering dikaitkan dengan pola makan Barat, seperti obesitas, perlemakan hati, hiperlipidemia, dan diabetes. Tempeh dianggap sebagai sumber protein nabati yang semakin populer secara global karena proses fermentasinya meningkatkan nilai gizi bahan makanan dasar.
Hang Xiao mengatakan, “Tempe adalah makanan hasil fermentasi jamur yang berasal dari Indonesia dan kini semakin dikenal secara global sebagai sumber protein nabati. Namun, proses fermentasi tempe selama ini masih dilakukan secara empiris tanpa pemahaman ilmiah mendalam tentang dampaknya terhadap kandungan gizi, cita rasa, dan manfaat kesehatan.”
Oleh karena itu, dengan pendekatan berbasis sains, tim peneliti berharap dapat berinoivasi menghadirkan tempe alternatif yang tidak hanya lezat dan bergizi, tetapi juga memiliki fungsi kesehatan yang optimal. Selain itu, pastinya penelitian ini juga turut mendukung diversifikasi pangan nabati global.