Plastik sudah mengisi banyak sisi kehidupan dan aktivitas manusia lebih dari seabad lamanya.
Mengutip waste4change.com, sebelum diciptakannya plastik, bidang industri bergantung sepenuhnya pada alam: salah satunya kertas yang berasal dari kayu. Kertas mudah dibentuk dan ringan, namun tidak kuat, tidak tahan lama, dan menghabiskan persediaan kayu yang penting bagi ketersediaan oksigen dan pelestarian lingkungan.
Penggunaan material lainnya seperti logam, batu, tulang, tanduk, taring, juga tidak mudah didapatkan dan mudah diproses, sehingga ilmuwan mencari alternatif material lain yang bisa diproduksi secara massal, ringan, kuat, tahan lama, murah, dan tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya alam.
Ada banyak titik penting dalam perjalanan sejarah plastik, salah satunya pada 1869, ketika John Wesley Hyatt menciptakan plastik industri pertama. Titik sejarah itu yang antara lain membuat plastik menjadi dikenal seperti sekarang, dan salah satunya kini digunakan sebagai kemasan tempe.
Kemasan tempe pada awalnya berupa dedaunan, seperti daun waru, daun jati, dan daun pisang. Sejalan dengan meningkatnya konsumsi dan produksi tempe, diperlukan kemasan yang lebih banyak serta mudah didapatkan dan ekonomis, yaitu plastik.
Mengutip dari “Tempe Sumber Zat Gizi dan Komponen Bioaktif untuk Kesehatan” yang ditulis oleh Made Astawan, Tutik Wresdiyati, dan Lulu Maknun, selain nilai ekonomis, plastiknyang dijadikan kemasan tempe juga punya keunggulan lain.
Keunggulan itu antara lain bening atau transparan sehingga produsen dapat mengamati pertumbuhan kapang pada kedelai.
Sementara itu, dengan kemasan plastik, konsumen juga bisa
mengamati tempe terlebih dahulu sebelum membeli. Jika miselium (jalinan benang halus jamur)
tempe terlihat berwarna kehitaman, berarti terjadi sporulasi atau tempe sudah
diproduksi lebih dari tiga hari yang lalu. Tempe yang seperti ini akan berasa
pahit akibat pemecahan protein yang berlanjut menjadi amonia, dan juga
mengalami penurunan mutu lainnya. [*]