Kisah tempe sudah di mulai abad ke-16. Kata tempe dan lethokan, tersurat dalam karya sastra jawa, serat centhini, yang ditulis pada tahun 1814 sampai tahun 1823. Manuskrip serat centhini, mendeskripsikan kehidupan masyarakat jawa di sekitar surakarta dan yogyakarta, yang telah mengenal tempe lebih dari 400 tahun lalu.
Tempe merupakan warisan budaya, yang berakar dari tradisi masyarakat jawa yang dikaitkan dengan alam dan lingkungan, serta berbagai ritual dan juga kegiatan masyarakat. Tempe bacem, bahkan menjadi makanan pelengkap dalam sejumlah ritual adat, karena termasuk satu dari tujuh makanan pendamping nasi tumpeng, warisan budaya masyarakat jawa. Tujuh lauk pendamping tumpeng itu, memiliki makna pitulungan, yang dapat diartikan meminta pertolongan kepada yang maha kuasa. Di upacara adat masyarakat jawa lainnya, ada besengek tempe, dalam lauk pauk tumpeng megono.
Awalnya, nenek moyang bangsa indonesia membuat tempe dari bahan kedelai hitam, yang dibungkus dengan daun pohon waru. Secara alami, jamur rhizopus, terutama dari jenis rhizopus oligosphorus, atau yang dikenal sebagai jamur tempe,terdapat pada daun pohon waru. Jamur yang disebut juga dengan usar atau laru inilah yang membantu proses fermentasi atau peragian untuk menghasilkan tempe.
Tempe juga menjadi simbol kehidupan yang harmonis antar gender dalam kehidupan rumah tangga masyarakat jawa, karena pada umumnya tempe diproduksi dalam skala rumah tangga yang melibatkan peran dan kerjasama satu keluarga.
Warisan budaya tempe, dengan cepat menyebar ke seluruh masyarakat jawa. Interaksi dan migrasi masyarakat jawa ke kepulauan nusantara, berperan dalam transmisi warisan budaya tempe menyebar ke seluruh nusantara.
Tempe, merupakan makanan yang sangat adaptif dan sangat lokal spesifik. Misalnya saja dalam kehidupan masyarakat sunda, tempe dan tahu goreng/ sudah menjadi set menu makanan sehari-hari. Sedangkan di sumatera barat, pada masyarakat minangkabau, tempe beradaptasi menjadi salah satu bahan pangan yang diolah dalam beragam masakan.
Kini, diaspora masyarakat jawa dan indonesia di berbagai penjuru dunia pun telah sukses melestarikan serta mentransmisikan warisan budaya tempe, di berbagai negara. Tempe juga, sudah berhasil diekspor oleh beberapa ukm, dan itu juga memberikan nilai tambah tersendiri.. Jadi saat ini kita sudah berhasil mengekspor budaya tempe ke mancanegara.
Warisan budaya tempe akan tetap bisa lestari sebagai living heritage, karena indonesia kaya akan bahan baku yang bisa diolah menjadi tempe. Kedelai saja ada kedelai kuning, ada kedelai hitam. Kemudian ada koro benguk, atau fervet bean, lalu kacang koro yang putih, kemudian parutan kelapa juga bisa dibuat tempe, tempe yang disebut tempe bongkrek di banyumas. Ampas tahu yang dibuat jadi tempe, namanya tempe gembus. Kemudian ada lamtoro, gude yang berwarna ungu dan berbentuk segitiga, itu juga bisa dibuat menjadi tempe.. Demikian juga kacang hijau dan kacang merah, kacang tolo juga bisa dibuat menjadi tempe. Dan tentu dengan cita rasa khas, sesuai yang terkandung di dalam bahan yang dibuat menjadi tempe.
Warisan budaya tempe, memberi manfaat dalam kelestarian lingkungan/ dan kesehatan. Sebagai makanan super, nilai tambah tempe adalah kandungan gizinya yang setara dengan protein hewani dengan harga yang lebih terjangkau.
Tempe dikonsumsi oleh ratusan juta penduduk indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Ini tentunya memiliki dampak terbukanya peluang dan lapangan kerja di masyarakat. Di indonesia kurang lebih terdapat 170 ribu unit ukm tempe, sebagian mereka adalah anggota koperasi, sebagian juga tidak, dengan melibatkan tenaga kerja langsung sekitar 1 juta orang.
Dan nilai tambahnya juga tidak kalah penting, yaitu 14 trilyun rupiah, itu baru nilai tambah dari kedelai menjadi tempe. Belum lagi nanti dari tempe menjadi produk turunannya...
Tempe sebagai living heritage telah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat dan akan terus ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam istilah jawa dikenal dengan ndeleng si mbok’e atau pa’e, yang berarti belajar dari ayah dan ibunya. Selain itu, tempe juga hadir dari proses bekerja dan belajar kepada perajin tempe yang telah eksis lebih dahulu. Kelestarian dan transmisi warisan budaya tempe juga lahir dari nggelidik atau jalan sendiri dengan model pembelajaran masa kini. Dan ada juga pelestarian warisan budaya tempe dengan pemberdayaan masyarakat pesantren dan secara modern melalui edutainment.
Bahkan, berbagai universitas di indonesia terlibat dalam pendampingan petani dan perajin tempe, serta dalam penelitian dan pengembangan olahan tempe, demi kelestarian warisan budaya tempe.
Dan negara tentu memiliki andil dalam pelestarian warisan budaya tempe. Pembangunan lumbung pangan, bendungan serta pembentukan badan pangan nasional, merupakan kebijakan pemerintah untuk ketahanan pangan, termasuk ketersedian bahan baku tempe yang berkelanjutan.
Video lengkap artikel ini bisa kamu klik link ini
"warisan budaya tempe, persembahan dari indonesia untuk dunia."