Tempe, dari Indonesia Menuju Panggung Dunia

Sumber Gambar : Foto ilustrasi: www.canva.com

Tempe adalah makanan yang istimewa. Bukan semata karena sudah dikenal sejak ratusan tahun silam, makanan yang sering dipandang sebelah mata ini punya begitu banyak kandungan yang bermanfaat bagi tubuh.
 
Wajar kalau kemudian Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kemudian mengusulkan makanan khas Indonesia ini menjadi warisan budaya dunia ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
 
Dari laman www.kemenparekraf.go.id, Menparekraf, Sandiaga Salahudin Uno berharap predikat dari UNESCO tersebut dapat meningkatkan pengembangan produk olahan tempe sebagai salah satu produk ekonomi kreatif kebanggan Indonesia. Untuk menyukseskan hal tersebut, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menggandeng perajin dan pengusaha tempe, institusi pendidikan, peneliti, dan teknologi digital untuk memasarkan tempe.
 
Tempe dan masyarakat Indonesia
Sejak berabad lalu masyarakat Indonesia sudah mengenal tempe. Persisnya, tempe tercatat dalam Serat Centhini (1814), yang di dalamnya dideskripsikan bagaimana kehidupan masyarakat Jawa di sekitar Surakarta dan Yogyakarta yang telah mengenal tempe dan lethokan, sajian yang terbuat dari tempe semangit atau tempe bosok, sudah hadir dalam kehidupan masyarakat Jawa lebih dari 400 tahun silam.


Di dalam Serat Centhini ada pula kata-kata 'brambang jahe santen tempe' pada jilid III, kemudian 'kadhele tempe srundengan' pada jilid XII.
Dari titik itulah kemudian tempe berkembang di Tanah Air. Dibuat dari kedelai yang difermentasi dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus, cita rasa dan bermacam olahan tempe  bisa bikin banyak orang menggemarinya. Nutrisinya juga kaya, sehingga selain biasa menjadi lauk, tempe juga sering dijadikan makanan bagi yang menjalani diet atau melakoni gaya hidup vegan dan vegetarian.


Bukan cuma itu, tempe juga menjadi simbol betapa nenek moyang kita begitu jenius. Pasalnya, meski terlihat sederhana, proses pembuatan tempe terbilang kreatif dan unik. Mengandalkan kedelai dan kapangndalam proses fermentasi, tempe terbukti menjadi makanan yang tahan terhadap perubahan zaman.  Proses fermentasi ini juga menghasilkan berbagai senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, seperti isoflavon, serat, dan probiotik. Isoflavon antara lain bermanfaat untuk membantu menurunkan kolesterol dan meningkatkan kesehatan tulang. Serat bermanfaat untuk melancarkan pencernaan dan mencegah sembelit. Sementara itu, probiotik bermanfaat untuk menjaga kesehatan usus dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.


Tempe juga bisa jadi simbol sebuah harmoni. Dalam pembuatannya, tempe membutuhkan kerja sama untuk bisa menghasilkan tempe yang baik. Dalam proses ini pula kita diingatkan akan slogan berbahasa Jawa, 'yen atine resik, tempene apik', kalau hatinya bersih, tempenya akan baik. Artinya, para perajin harus bersih luar dan dalam (Tidak emosi, tidak sakit hati, dan lain sebagainya), serta harus bekerja penuh konsentrasi. Hal ini juga mengingat bahwa dalam proses pembuatan tempe, termasuk saat fermentasi, tidak boleh ada kontaminasi.


Slogan ini bermakna mendalam. Hati yang bersih melambangkan karakter yang baik, seperti jujur, adil, dan bertanggung jawab. Karakter yang baik akan menghasilkan tempe yang berkualitas tinggi, baik dari segi rasa maupun kandungan nutrisinya. Percaya atau tidak, tapi rasanya slogan itu benar adanya. Setuju? [*]


Create By : Admin
Artikel Lainnya